RSS

Dutch disease dan fenomena Ujian Nasional

31 Oct

Ujian nasional (UN) adalah produk kreatifitas anak bangsa Indonesia dan Kementrian Diknas sudah terlanjur berpendapat bahwa UN adalah baik dan penting bagi bangsa.

Ketika masyarakat (kepala sekolah, guru, orang tua siswa, siswa, dll.) mengikuti logika Diknas maka resources (tenaga, pikiran, waktu, ruang, uang, dll.) akan mulai bergerak dan berkumpul di seputar UN. Urusan sekolah yang tidak terkait dengan UN (sektor non-UN) dengan mudah akan tersisihkan dan bisa relatif dianggap tidak penting sehingga tidak akan mendapatkan­ resources yang memadai. Segala kehormatan sekolah dipertaruhkan di UN.

Demi sukses mencapai UN, terutama untuk kelas tiga sekolah menengah, sekolah bisa secara naluriah mengabaikan sektor non-UN dan kegiatan sehari-harinya terkonsentrasi ke pembahasan materi soal-soal UN. Pendidikan di sekolah tiba-tiba berubah seperti kegiatan lembaga bimbingan belajar.

Apakah ini penggambaran yang berlebihan? Mungkin saja iya: lebay deh kamu. 🙂

Namun yang menarik adalah bahwa fenomena UN ini mirip dengan fenomena Dutch disease dalam ilmu ekonomi. Dutch disease adalah fenomena dari penemuan natural resources yang semula dianggap sebagai hal yang baik dan penting bagi suatu bangsa namun ternyata secara alamiah ia menyimpan potensi yang bisa merusak tatanan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Bagaimana menjelaskannya?

Sebelum tahun 1959, landasan yang kokoh dari perekonomian Belanda terletak pada sektor produk olahan (manufacturing) dan pertanian untuk diekspor. Pada tahun 1959 ditemukan cadangan gas alam (natural gas) dalam jumlah besar di Belanda. Setelah ditambang dan diekspor, gas alam ini menghasilkan devisa yang besar. Ketika devisa ini dikonversikan ke dalam mata uang Belanda guilder (gulden) maka gulden mengalami penguatan dan ini mengakibatkan gejala real exchange rate appreciation. Gulden mengalami overvalued.

Dengan gulden yang overvalued maka harga-harga produk olahan dan pertanian Belanda menjadi relatif mahal di pasar internasional. Kedua sektor perekonomian ini menjadi tidak kompetitif lagi di pasar internasional. Akibatnya ekspor dari kedua sektor ini mengalami penurunan yang drastis. Profit dari kedua sektor ini pun mengalami penurunan yang drastis pula. Bila suatu sektor perekonomian mengalami penurunan profit yang drastis maka resources (modal, pikiran, waktu dsb.) tidak akan mengalir kesana. Akibatnya sektor produk olahan dan pertanian di Belanda mengalami kemunduran. Padahal kedua sektor ini semula merupakan landasan yang kuat dari perekonomian Belanda dan fondasi ini telah mulai digerogoti oleh penemuan gas alam.

Masalah menjadi semakin runyam manakala kelak cadangan gas alam mulai menipis dan sektor  produk olahan dan pertanian sudah terlanjur rusak. Fondasi perekonomian Belanda pun rusak. Belanda memasuki masa resesi di tahun 1960-an.

Dutch disease dialami Indonesia pada tahun 1974 dan 1979 dengan minyaknya, dialami Australia di abad 19 dengan emasnya, dialami Rusia di tahun 2000-an dengan minyak dan gas alamnya, ialami Spanyol di abad 16 dengan emasnya, dan masih banyak lagi.

Itulah fenomena yang disebut Dutch disease. Sesuatu yang semula dianggap baik dan penting tapi ternyata ia menyimpan potensi yang merusak dengan hebat.

Apakah sistem pendidikan di Indonesia mengalami Dutch disease dengan UN-nya? Entahlah.

Tambahan informasi: topik Dutch disease ini mengantarkan Mari Pangestu (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) menyelesaikan disertsi PhD di University of California, Davis, tahun 1986 dan mengantarkan Rizal Ramli (mantan Menteri Perekonomian) menyeesaikan disertasi PhD di Boston University, tahun 1990.

Catatan:

* Bagi yang tertarik melihat model metematik untuk Dutch disease, silakan diklik link berikut:

http://www.sublettewyo.com/archives/43/booming_secor_and_de-industrialization[1].pdf

 
2 Comments

Posted by on Thursday, 31 October 2013 in Ekonomi dan Keuangan, Pendidikan

 

Tags: ,

2 responses to “Dutch disease dan fenomena Ujian Nasional

  1. Bukik

    Friday, 1 November 2013 at 12:19

    Pisau analisis yang menarik pak…..
    Ketika fokus berlebihan pada satu bidang, bidang lain akan terabaikan, sampai kemudian sistem mengembalikan keseimbangan melalui chaos

     
    • M. Syamsuddin

      Friday, 1 November 2013 at 20:59

      Terima kasih pak Bukik atas komentarnya. Aku baru kepikir kalau hal ini akan menuju chaos. Sebelumnya aku hanya berpikir kalau kebudayaan UN ini diteruskan, kelak semakin sulit kita bisa memberikan proses pendidikan yang baik. Semua pihak sudah terbiasa hanya menekankan ketrampilan pada pengusaan pola soal-jawab UN. Proses pendidikan akhirnya direduksi hanya mengasah ketrampilan itu.

       

Leave a comment